Jumpalitan 'Me time' dan berbelanja

Baru ngeh…setelah 16 bulan menetap di Stockholm, ternyata para wanita Swedia itu senang sekali membawa lebih dari 1 buah tas. Pertama, tas bahu atau tas jinjing. Kedua, semacam tas bahan yang biasa digunakan oleh para perusahaan saat promosi yang berisi suvenir (goodie bag). Tas ini biasanya digunakan untuk membawa berkas-berkas kerja, bekal makan siang, buku atau hasil belanjaan dari supermarket. Maklum, karena penduduk sini harus menghemat biaya pembelian plastik yang berlabel nama supermarket tersebut. Upaya penghematan yang berdampak kuat pada kesehatan dompet karena harga plastik berlabel supermarket tersebut itu berkisar antara 2-3 Swedian Kronor (SEK) per lembarnya. Kebayangkan, nilai uang yang berhasil dihemat jika 1 SEK itu setara dengan Rp 1.500,-? Saya rasa alasan ekonomis lebih tepat dan kuat dibandingkan cinta lingkungan :D

Nah, selain tas jinjing, selempang atau bahu sebagai tas utama dan tas ‘goodie bag’ itu, mereka juga membawa tas-tas lainnya terutama setelah habis shop till drop dari berbagai butik fesyen. Terlihat mereka sibuk menjinjing tas-tas berlabel berbagai butik dengan berbagai warna dan bentuk. Mereka pun tampaknya tidak kerepotan. Santai saja! Bahkan, kadang tangan dan jemari mereka terlihat ‘sibuk’ menggenggam dan memainkan layar ponsel. Saya yang memperhatikan mereka sering berpikir dan bertanya pada diri sendiri, apakah mereka tidak takut salah satu tasnya tertinggal di kereta atau bis? Atau, apakah mereka tidak takut jatuh saat menggunakan ekskalator yang sangat tinggi dan curam di stasiun-stasiun kereta bawah tanah (tunnelbana)? Tangan mereka ‘sibuk sendiri’ dengan semua jinjingannya sementara tangan saya ‘sibuk’ mencengkram pegangan ekskalator tersebut agar tidak jatuh.


Jika orang tua atau nenek saya melihat mereka, pasti deh dibilang ‘tidak ringkes’. Seharusnya semua barang itu bisa ditata ulang dan dijadikan dalam satu tas saja supaya memudahkan mereka berjalan, menghindari dari ajang ketinggalan barang dan kecelakaan seperti jatuh dari ekskalator.
Belum lagi, jika mereka juga membawa kereta dorong bayi yang tidak saja berisi anaknya tetapi kadang kereta bayi ini 'diganduli' oleh banyak tas, mulai dari tas perlengkapan bayi sampai hasil belanjaan di kiri kanan pegangan untuk mendorong kereta tersebut. 

Ya! Bagi sebagian besar wanita, baik yang bekerja atau ibu rumah tangga di Swedia, semua hal harus bisa dilakukan dan diatasi sendiri. Berharap ada 'asisten rumah tangga' seperti di Jakarta? Pastinya menjadi sebuah kemewahan tersendiri dan sesuatu yang sangat berharga. Setidaknya, jika ada 'asisten', kebutuhan 'me time' untuk mengatasi rasa jenuh yang sering dialami oleh para wanita bisa diwujudkan. Tidak heran, jika para ibu rumah tangga ini berbelanja kebutuhan harian atau bulanan, plus window shopping atau berbelanja fesyen, baik sendiri atau bersama kawan wanitanya, bagaikan pindahan rumah. Kalau dilakukan musim semi sampai gugur, mungkin tidak 'terlalu berat' mendorong kereta bayi dan berjalan kaki, naik turun angkutan umum. Kebayang dong, jika musim dingin? Tumpukan salju yang tebal dan udara dingin membutuhkan ketrampilan berjalan khusus agar tidak terpeleset dan roda kereta  bayi tidak 'stuck' dalam tumpukan salju sekalipun jenis kereta bayi yang dipakai itu 'kokoh' dipakai jalan pada segala musim.

Saya pun semakin salut dan menaruh rasa hormat, terselip haru di dada melihat semua 'ketangguhan' para wanita itu. Terlebih, melihat wanita yang masih 'berani' melakukan semua 'kehebohan' ini dengan memakai sepatu hak tinggi yang bertipe kotak atau runcing dan wedges. Keren kan??

Salut !!!

Comments

Popular posts from this blog

Kisah sebatang dan kotak korek api asal Swedia

Seni menyatakan 'Hello' di Swedia

Lebih baik menikah atau sambo, yaaa??