Natal di Swedia

Lima tahun menetap di Swedia, menyimak bagaimana masyarakat lokal menyiapkan perayaan Natal (Julen) itu sebuah keasyikan tersendiri. Satu hal yang dapat saya simpulkan, kehebohan persiapan pesta Natal itu selaiknya kehebohan masyarakat Muslim menyiapkan Lebaran. Khususnya dari aspek berkumpul kembali bersama keluarga.

Untuk detilnya, saya pernah menuliskan hal tersebut pada tahun 2012 dan pernah dimuat di majalah wisata dari sebuah grup media ternama di Indonesia. Tentu, artikel yang dimuat itu sudah mengalami proses editing agar layak muat dan cetak di majalah tersebut. Namun, saya hanya akan berbagi draft kasar dari artikel tersebut dalam blog pribadi ini.

Berikut artikelnya:

Natalan Yuks...di Swedia!

Hmmm...seperti apa ya bernatalan di Swedia? Apakah ada kehangatan natal di sana? Swedia  yang berlokasi dekat kutub Utara selama ini sering dikesankan sebagai negara yang penduduknya ’dingin’ dalam bersosialisasi, termasuk dengan anggota keluarga dan individualistis. Swedia jauh dari ’kehangatan’. Ternyata, faktanya berbeda!

Oleh Tutut Handayani

Sungguh menarik memperhatikan masyarakat Swedia menyambut hari lahirnya Isa Al-Masih. Kehebohan menyambut natal di sini sudah dimulai sejak pertengahan Nopember. Pusat Stockholm (ibukota Swedia, red) yang berada di kawasan Sergel Torg-Norrmalm berhiaskan lampu warna-warni. Jendela apartemen, rumah, restoran/kafe, hotel dan kantor dihiasi oleh lampu 7 lilin putih (candelabra), bintang besar berwarna merah atau putih, julgoat (replika kambing gunung yang terbuat dari jerami yang dihiasi pita merah yang dipercayai sebagai hewan yang membantu Tomte membagikan hadiah buat anak-anak kecil, red) dan berbagai ornamen natal lainnya. Warna merah, putih, hijau dan oranye mendominasi, kontras dengan suasana gelap kota di musim dingin. Dengan kata lain, orang Swedia berlomba mempercantik rumahnya untuk membangun dan memberikan kehangatan semangat natal.

Desember pun menjadi bulan yang paling dinanti. Mereka ingin segera berkumpul dengan keluarga. Di Swedia, natal itu a family affair. Hampir semua orang yang saya wawancarai mengatakan natal menjadi ajang berkumpul bersama keluarga inti, yakni anak, suami/isteri, orang tua dan kakek-nenek. Lalu dilanjut dengan bersilaturahmi dengan kerabat lainnya, seperti mertua, ipar dan paman-tante. Natal identik dengan reuni keluarga daripada perayaan natal dalam konteks religi. Bagi mereka, saatnya berbelanja pohon, ornamen, bersih-bersih rumah dan memasak bersama keluarga.


Pohon natal siap dipasang dua hari sebelum natal. Acara memasak hidangan natal khas Swedia untuk perjamuan makan malam natal (julafton) dilakukan sehari sebelumnya, seperti risgryngrot (bubur yang terbuat dari beras yang dimasak dengan susu yang disajikan dengan bubuk kayumanis dan gula pasir. Pada masa lampau, bagi yang menemukan biji almond di dalam mangkuk risgryngrot itu dipercayai akan menikah di tahun depan, red), smoked ham sausages, acar kaki babi, ikan kod dan lutfisk (ikan asin, red) serta berbagai macam desert manis.

Namun, ada sebuah persiapan yang paling menyita perhatian mereka, yaitu acara berbelanja hadiah natal. Semua orang sibuk ’mencari tahu’ dan memilih hadiah untuk orangtua, anak, kekasih dan kerabat. Pusat perbelanjaan penuh dengan pembeli. Bahkan, anak-anak kecil sibuk mengirim kartu permintaan hadiah kepada Tomte. Orang dewasa pun melakukan kegiatan mengirim kartu ucapan natal meski sudah ada teknologi kirim kabar yang lebih mudah dan cepat, yakni email dan sms/mms. Alasannya? ”Lebih menyentuh perasaan, berkesan sangat hangat dan kuat hubungan kekeluargaan yang kami miliki,” ujar Niklas Svensson, 40 tahun yang ditemui sedang mengirimkan 15 kartu ucapan natal melalui kotak pos di kawasan Sergel Torg-Norrmalm.

Untuk menarik pengunjung, mayoritas pusat perbelanjaan berlomba menawarkan pesta diskon sebesar 30-50%. Biarpun negaranya si Pippie Långstrump (Pippi Berkaos Kaki Panjang, red) ini sering mengadakan diskon sesuai dengan perubahan tren fesyen yang berganti setiap 3 bulan sekali, diskon natal memberikan sensasi tersendiri bagi pelakunya. Swedia seperti ’dibombardir’ iklan produk yang menawarkan harga spesial natal yang mampu membius siapapun yang melihat atau membacanya. Koran dipenuhi iklan diskon yang bisa memakan setengah halaman. Poster ’menguasai’ dinding stasiun dan kereta bawah tanah. Belum lagi windows display yang penuh warna.

Namun, ada windows display sebuah pusat perbelanjaan yang paling dinanti oleh mereka dan menjadi daya tarik turis lokal maupun asing. Yaitu, windows display Nordiska Kompaniet (NK)—sebuah pusat perbelanjaan elit dan mewah yang berlokasi di Hamgatan (gatan=jalan, red). Windows display NK yang berdiri pada tahun 1902 ini mulai  didominasi oleh berbagai kegiatan Santa Claus yang atraktif sejak akhir Nopember lalu. Perubahan tema windows display NK dijadikan sebagai tanda hari natal telah tiba. Tema windows display NK menyambut natal ini paling sering menjadi tebakan karena selalu berbeda setiap tahunnya. Saya pun tidak bosan-bosannya melihat tampilan jendela NK tersebut. Sayang, kenapa bukan Tomte dan julgoat? Kenapa harus Santa Claus? Hm, apakah ini sebuah pertanda tomte  semakin hilang eksistensinya digantikan oleh tokoh Santa Claus yang beken di Amerika Serikat?

Tomte digambarkan seorang laki-laki berbadan kecil, berjanggut panjang putih dan bertopi merah tinggi yang hidup di hutan yang suka berkeliling bersama julgoat nya mencari anak-anak kecil yang berperilaku baik untuk diberi hadiah. Saat bekerja, Tomte sering mengeluarkan suara lucu, seperti decakan diimbuh siulan. Biarpun hanya tokoh rekaan, Tomte diyakini membawa keberutungan atas sebuah perbuatan baik. Ironisnya, generasi muda Swedia mulai tidak mengenal Tomte. Seperti yang diceritakan Edwin Eriksson yang berdomisili di Rissne-Sundbyberg. Saya pun hanya bisa menemukan wajah Tomte dilabel minuman glögg olahan tangan yang mengandalkan resep tradisional di julmarknad (basar natal, red).

Julmarknad juga menjadi salah satu ciri hadirnya natal. Julmarknad mulai banyak digelar di beberapa kota di Swedia. Mayoritas julmarknad diselengarakan sejak awal minggu ke-3 Nopember dan berakhir sehari sebelum natal. Umumnya pasar natal ini berlangsung selama 1-2 minggu. Tentu, julmarknad ini menjadi alternatif tempat berbelanja produk, khususnya kuliner dan kerajinan tangan khas yang handmade sambil menikmati suasana pasar traditional ala Swedia di masa lampau. Setelah saya perhatikan, produk yang ditawarkan memang jarang bisa saya temui di toko suvenir dan supermarket umumnya. Biarpun serupa, tetapi terasa sekali berbeda saat menyentuh dan mencicipinya yang sangat dipengaruhi oleh pilihan bahan baku dan proses pengerjaannya. Sebut saja, keju, coklat, mustar (senap), selai, glögg, roti, daging elk (rusa), daging reindeer (rusa kutub), dan kerajinan karpet kulit domba atau moose.

Kalau ingin benar-benar merasakan pasar natal Swedia era 1300-an, datang saja ke julmarknad Stortorget yang berlokasi di pusatnya kota tua (Gamla Stan) Stockholm. Saya menjumpai toko-toko mungil berdinding kayu merah bata—warna khas Swedia masa lampau—yang menjajakan pengganan dan kerajinan khas Swedia. Umumnya peserta julmarknad Stortoget ini penguasaha kecil menengah yang berbisnis sudah lebih dari 3-5 generasi.

Bagi pecinta wisata kota tua, julmarknad di Sigtuna bisa menjadi pilihan. Sigtuna yang berlokasi di Utara Stockholm yang bisa ditempuh dengan kereta selama 45 menit merupakan kota tertua di Swedia yang dibangun pada 980 Masehi. Julmarknad Sigtuna sengaja menawarkan suasana pasar natal pada era tersebut. Namun, kalau ingin merasakan suasana julmarknad yang moderen meski mewanawarkan produk khas Swedia, datanglah ke julmarknad di Liseberg-Gothenburg. Julmarknad yang berlokasi di kota kedua terbesar di Swedia ini merupakan pasar natal terbesar di Swedia karena diselenggarakan di kawasan amusement park seluas 1,1 km2 yang disinari oleh 5 juta lampu. Masih banyak julmarknad di Swedia. Julmarknad sebagai tempat bernostalgia buat kalangan lanjut usia dan mengenalkan kembali tradisi khas Swedia kepada generasi muda.

Seminggu jelang natal, Stockholm pun diramaikan oleh kegiatan ’pulang kampung’. Anak-anak sekolah pun sudah libur dan orang dewasa mengambil cuti kerja. Pemerintah Swedia menetapkan libur bersama natal selama 2 hari, yakni tanggal 24-25 Desember. Umumnya, para pekerja kantoran sengaja mengambi cuti hari satu hari sebelum tanggal 24 dan beberapa hari setelah natal sampai tahun baru agar bisa menikmati libur bersama keluarga lebih panjang. Maklum, hampir setahun sungguh sulit menemukan saat yang tepat untuk reunian dengan semua anggota keluarga. Musim panas, umumnya orang sini lebih senang mengisi liburan sendirian atau bersama kawan ke luar negeri. Bagi mereka, natal ajang berbagi cerita, rezeki dan kebahagiaan sambil menyantap hidangan natal bersama keluarga tercinta.

Stockholm Central Station—stasiun pusat kereta api yang melayani rute domestik dan luar negeri, seperti Denmark dan Norwegia---yang berlokasi di Vasagatan ramai oleh para pemudik. Pemandangan yang sama ada di Arlanda, bandara utama Swedia. Mereka memesan dan membeli tiket dua bulan sebelumnya. Bagi mereka, yang terpenting tanggal 24 Desember sudah bisa berkumpul di rumah. Mengapa? Karena 24 Desember malam merupakan puncak perayaan natal (Christmas Eve) di Swedia yang berlanjut dengan acara julafton dan membuka hadiah. Keesokan harinya dilanjut dengan berkunjung ke rumah kerabat, seperti paman-tante, mertua dan keponakan. Pada malam natal, mereka tidak terlalu dress-up seperti dinner tahun baru. Mereka lebih mengutamakan keakraban dan kehangatan bersama anggota keluarga dengan berpakaian yang rapi dan sederhana. Suasananya pun tidak formal dan santai.

Semangat mencintai keluarga terdekat terlihat pada semangat perayaan Santa Lucia yang berlangsung pada tanggal 13 Desember. Bagi masyarakat yang masih kuat tradisinya, pagi hari tanggal 13 Desember itu, anak sulung wanita bergaun putih panjang dan bermahkotakan 7 lilin didampingi adiknya yang berperan sebagai star boys membangunkan orangtuanya untuk menyantap sarapan saffronsbullar (roti bulat kismis di bagian tengah yang punya rasa khas bunga saffrons yang hidup subur di kawasan Asia Tengah) dan glögg non alkohol (bisa diganti kopi atau teh). Simbol rasa syukur dan terima kasih sang anak kepada orangtuanya

Namun, umumnya perayaan Santa Lucia ini hanya disambut dengan memakan saffronbulars dan meminum glögg (minuman khas Swedia yang terbuat dari hot-mulled wine yang kuat aroma anggur, kayu manis dan cengkeh) bersama keluarga atau sahabat. Cara minumnya pun unik, yakni menambahkan kismis dan kacang almond sesuai selera lalu mengunyah pepparkakor (kue jahe, red). Pada saat Santa Lucia ini mulailah dinyalakan lampu 7 lilin (replika 7 lilin suci adven saat menghormati Santa Lucia, perawan suci yang menjadi martir mempertahankan keyakinan Kristianinya di Syracuse-Sisilia, Italia pada abad ke-4 Masehi). Inilah alasan orang Swedia memasang lampu 7 lilin dan bintang besar putih. Kedua lampu itu menyimbolkan datangnya ’terang’, keberkahan, dan keselamatan untuk semua anggota keluarga.

Puncak semua kegiatan natal berakhir dengan perayaan Hillarymass atau Knutsdagen yang berlangsung pada 13 Januari. Biasanya, ada karnaval dan tarian mengelilingi pohon natal. Suasana natal harus ditutup dengan keceriaan yang harus tetap hidup meski dekorasi natal sudah diturunkan dan dibersihkan. Ternyata, mereka pun tak kalah hebohnya dengan saya yang sibuk menyambut Idul Fitri. Semuanya ingin memberikan yang terbaik untuk orang terkasih.

God Jul och Gott Nytt År --- begitulah cara Swedia mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru. @@@@

   
Tomte

The highest Christmas tree


  
Julget - Tomte's bestfriend

Glogg - special drink

Window's display at NK Departmen Store Stockholm

Julmarknad (Christmas Bazar) at Stortorget (Oldtown)-Stockholm

Starlight




Comments

Popular posts from this blog

Kisah sebatang dan kotak korek api asal Swedia

Seni menyatakan 'Hello' di Swedia

Lebih baik menikah atau sambo, yaaa??